Darajat Arianto
Wartawan Tribun
BUDAYAWAN Betawi Ridwan Saidi mengungkapkan keinginannya agar Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan Kartu Indonesia Kaya (KIK). Menurutnya, Indonesia tidak butuh Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diluncurkan Presiden Senin (3/11) pekan ini. Menurutnya, KIK dibutuhkan karena bisa mengatasi masalah kesehatan dan pendidikan.
Seperti diberitakan Tribunnews.com, Ridwan mengatakan, dikeluarkannya ketiga kartu tersebut seperti menganggap orang Indonesia sakit semua. Jadi, kata dia, kalau mau memberi bantuan jangan menunggu orang sakit dulu. Meski begitu, belum jelas apa yang dimaksud Ridwan soal KIK tersebut.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra juga turut berkomentar soal program kartu-kartu tersebut. Menurutnya, niat baik untuk membantu rakyat miskin karena mau menaikkan harga BBM memang patut dihargai. Hal seperti itu sudah dilakukan sejak era SBY. Namun mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Jika kebijakan itu berkaitan dengan keuangan negara, Presiden harus bicara dulu dengan DPR, DPR memegang hak anggaran.
Sementara itu Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani menyatakan bahwa program kartu tersebut memakai payung hukum yakni UU APBN 2014.
Terlepas dari pro dan kontra, bagi rakyat, mendapatkan sejumlah jaminan sosial seperti KIS, KIP dan KKS jelas sangat membantu. Biaya kesehatan dan pendidikan sudah dijamin sehingga pendapatan rakyat bisa digunakan untuk kebutuhan lain seperti konsumsi dan transportasi. Namun ketiga kartu itu baru diluncurkan di 19 Kabupaten/Kota dengan dana Rp 6,2 triliun dan ditargetkan untuk 1,7 juta jiwa.
Meski begitu, namun rakyat tentu saja berharap jaminan itu bisa menyentuh semua penduduk RI. Rakyat sangat membutuhkan jaminan kesehatan di tengah kebutuhan sehari-hari yang meningkat, mengingat Indonesia masih tertinggal dalam pemeliharaan kesehatan. Data dari bank dunia pada 2012, pengeluaran kas kesehatan Indonesia per kapita di antara 10 negara ASEAN ada di posisi tengah. Indonesia di posisi 6 dengan pengeluaran kesehatan sebesar 107,75 dolar AS atau sekitar Rp 1,3 juta per 1.000 orang. Angka ini jauh di bawah Singapura (2.426,07 dolar AS atau Rp 29,5 juta per kapita), Brunei (939,32 dolar AS), Malaysia (409,53 dolar AS), Thailand (215,1 dolar AS), Filipina (118,79 dolar AS). Di bawah Indonesia berturut-turut ada Vietnam, Timor Leste, Laos dan Myanmar.
Melihat data tersebut, dana kesehatan Indonesia tentu saja mesti diperbesar. Apalagi kepedulian kesehatan rakyat di Indonesia masih rendah seperti sanitasi yang buruk, banyaknya gizi buruk dan penyakit menular lainnya.
Hanya saja soal ketiga kartu ini dinilai masih tumpang tindih dengan kartu yang ada sebelumnya seperti kartu BPJS, JKN dan KJS serta KJP seperti di Jakarta. Mengenai hal ini, sebaiknya pemerintah bisa lebih efisien dan efektif baik dalam pembuatan mau pun penggunaannya. Efisiensi bisa dilakukan lebih sistematis dari mulai pendataan, perekaman hingga pembuatan kartu. Dengan begitu, satu warga cukup mendapat satu kartu yang bisa digunakan untuk berbagai program pemerintah terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Kondisi ini diyakini bisa dilakukan pemerintah mengingat banyak program atau software yang bisa diterapkan untuk merekam data yang lebih komprehensif. Pemerintah bisa menggandeng ahli-ahli teknologi informasi asal Indonesia yang mumpuni dan telah banyak membuat sejumlah program komputer berikut keamanan kartunya untuk pendataan secara lebih efektif dan efisien.
Nantinya data lengkap seorang warga bisa dituangkan hanya dalam satu kartu sehingga bisa memudahkan pemakainya. Meski mungkin lebih mahal biayanya, namun efektifitasnya bisa lebih terasa bagi sejumlah institusi karena satu kartu itu bisa diterapkan di sejumlah lembaga.
Karena itulah, cukup menggunakan sebuah "kartu sakti" untuk digunakan berbagai keperluan yang terintegrasi dengan berbagai lembaga kesehatan, pendidikan dan lembaga sosial lainnya. Jadi cukup membawa satu "kartu sakti" itu, rakyat bisa lebih aman dan terjamin kehidupan sosialnya. (*)