BATAM, TRIBUN - Pemerintah menyiapkan lima cara untuk menarik devisa bernilai sedikitnya Rp 1.500 triliun yang disimpan warga negara Indonesia di Singapura. Semua cara yang akan ditempuh pemerintah ini bakal mengedepankan insentif dan meminimalkan upaya paksa.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemilik-pemilik dana di luar negeri tidak bisa dipaksa menyimpan dana di dalam negeri. Pemerintah dan industri keuangan dalam negeri justru harus kreatif menciptakan instrumen dan insentif.
"Pemilik dana butuh instrumen yang menjanjikan imbal hasil tinggi, aman, dan tidak banyak diganggu," ujar Bambang, Selasa (25/2/2014) malam, di Batam, Kepulauan Riau. Ia menegaskan hal ini berkaitan dengan adanya Rp 1.500 triliun uang WNI di Singapura.
Kebutuhan-kebutuhan diakui belum terakomodasi sepenuhnya di dalam negeri. Karena itu, pemerintah menyiapkan sejumlah langkah. Penyusunan langkah itu berdasarkan kajian bersama sejumlah pemangku kepentingan bidang fiskal dan moneter.
"Salah satu masalahnya soal pajak. Orang berusaha mencari cara membayar pajak serendah mungkin, tidak membayar pajak ganda," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Bambang, sedang mengkaji insentif pajak bagi produk-produk keuangan dan investasi. Kebijakan itu tidak untuk menghapus pajak yang sudah ada. Kebijakan itu untuk meniadakan pajak instrumen investasi baru. Pemerintah juga akan menghapus pajak ganda dalam produk-produk investasi.
Setelah insentif diberikan, pemerintah mendorong penerbitan produk-produk investasi baru. Dengan demikian, ada alternatif bagi pemilik modal untuk menempatkan dananya. "Di Singapura, banyak sekali pilihan produk yang sebenarnya bisa juga diterbitkan di sini. Bahkan, di Singapura ada produk yang khusus untuk investor asing berdana besar," tuturnya.
Kawasan khusus
Bambang mengatakan, langkah lain yang sedang dikaji adalah pembuatan kawasan khusus untuk industri keuangan dan investasi. Kawasan itu selayaknya tidak jauh dari Singapura.
Konsep itu antara lain dipakai Malaysia lewat Pulau Labuan. Di pulau itu tersedia layanan untuk nasabah dan investor bermodal besar dengan pangsa pasar mayoritas dari luar negeri.
Adapun langkah lain adalah mendorong kontraktor migas menyimpan dananya di dalam negeri. Selama ini, sebagian masih menyimpan devisanya di dalam negeri dengan dalih hanya menyimpan bagian mereka. "Pemerintah akan mendorong paling tidak disimpan sementara di dalam negeri," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, DPR sudah membahas soal kawasan khusus industri keuangan itu. Dalam Rancangan Undang-Undang Perbankan yang tengah dibahas DPR, ada diskusi-diskusi soal itu. Bahkan, Harry secara pribadi sudah mendorongnya sejak beberapa tahun lalu.
"Kepulauan Riau, entah di Batam, Bintan, atau Karimun, layak didorong menjadi kawasan khusus industri keuangan," ujarnya.
Pemilihan Kepulauan Riau antara lain didasari kedekatannya dengan Singapura. "Singapura masih salah satu pusat industri keuangan global. Indonesia harus membuat kawasan yang mudah dijangkau dari Singapura," ujarnya. (RAZ/kompas.com)