Lajur Khusus Sepeda

Written By Unknown on Selasa, 31 Maret 2015 | 12.14

Arief Permadi
Wartawan Tribun

ADA usulan menarik yang dilontarkan Anugrah Nurrewa, salah seorang pegiat sepeda dari Bike Bandung, soal lajur khusus sepeda di Kota Bandung. Menurutnya, jalan-jalan di Kota Bandung yang kecil membuat lajur khusus sepeda ini menjadi kurang efektif. Pengendara sepeda, akhirnya terpaksa tetap harus berjibaku, bersaing dengan para pengendara mobil dan motor yang seringkali tak mau mengalah.

Usulan Anugrah adalah dengan mengganti "pesaing" para pesepeda ini dengan "lawan" yang lebih mudah. Menurut mahasiswa S2 ITB jurusan Transportasi ini, pesaing yang lebih mudah bagi para pesepeda adalah para pejalan kaki. Karena itu, lajur sepeda ini sebaiknya tak dibangun di jalan raya, melainkan di trotoar.

"Space trotoar di Kota Bandung kan sekarang sudah diperluas karena gorong-gorong sudah mulai ditutup. Nah, itu bisa dibuat bike lanes," kata Anugrah (Tribun Jabar, Selasa 31/3).

Namanya juga usulan, kita tentu boleh setuju, boleh juga tidak. Melihat logika yang disampaikannya, usulan ini rasa-rasanya memang masuk akal juga. Kecuali satu hal: Anugrah mungkin lupa bahwa banyak trotoar di kota ini juga bermasalah.

Di sejumlah kawasan di kota ini, trotoar juga identik dengan lapak PKL. Lihat saja di Jalan Otista, Jalan Sukajadi, atau di jalan nasional, Soekarno Hatta. Di beberapa titik trotoar bahkan "dimakan" habis oleh PKL. Untuk berjalan saja susah, apalagi bersepeda.

Seperti diungkap pakar Planologi ITB, Denny Zulkaidi, jalanan di Kota Bandung yang sempit- sempit sedari awal memang tidak didesain untuk jalur sepeda. Padahal, idealnya lebar lajur sepeda ini, untuk satu arah saja, setidak-tidaknya 1,4 meter. Itu sebabnya, ketika lajur sepeda ini tetap dipaksakan ada, lebar lajur sepeda juga disesuaikan menjadi 1 meter.

Kesulitan kemudian bertambah karena garis putus-putus yang menjadi pembatas lajur khusus sepeda bagaimana pun tak memiliki "kekuatan hukum". Siapa pun bisa memakai dan menerobosnya karena garis putus-putus juga berarti bahwa lajur khusus sepeda ini sebenarnya tidak berlaku ekslusif. Akan lain cerita jika jika jalur ini eksklusif dan sanksinya tilang.
Permasalahan serupa sebenarnya juga terjadi pada jalur bus TMB yang saat ini juga masih "bergabung" dengan jalur lambat "milik" para pengendara roda dua. Pada masalah ini pemkot juga menghadapi dilema. Di satu sisi kita membutuhkan trasportasi massal. Tapi, di sisi lain, besarnya bus menyita lebih dari separuh jalan.

Andai saja bus tersebut terus melaju dari tanpa berhenti sebelum sampai ke penghentian akhir, besarnya bodi bus mungkin tak akan terlalu masalah. Tapi, bus dalam kenyataannya juga harus menarik penumpang di sana-sini. Kemacetan kendaraan menjadi persoalan yang tak terhindarkan.

Kembali ke soal sepeda, dalam hierarki prioritas di jalan raya, transportasi umum, termasuk bus, sebenarnya masuk pada tingkat ketiga di bawah pesepeda. Prioritas pertama di jalan raya berdasar hierarki ini adalah pejalan kaki, dan yang terakhir adalah kendaraan pribadi.
Persoalannya, di kota ini, hierarki ini sudah terbalik-balik. Contoh kecil saja soal halte bus. Di beberapa titik masih dibangun di atas trotoar, dan ini tentu membingungkan.
Jadi bagaimana dengan lajur sepeda? Entahlah... (*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Lajur Khusus Sepeda

Dengan url

http://jabarsajalah.blogspot.com/2015/03/lajur-khusus-sepeda.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Lajur Khusus Sepeda

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Lajur Khusus Sepeda

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger