Oleh: Kander Turnip
SEJAK Senin (24/6) lalu warga berbondong-bondong mendatangi lokasi-lokasi kantor pos sebagai tempat pembagian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). BLSM ini adalah salah satu dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diberikan pemerintah kepada warga miskin.
Seiring dengan dimulainya pembagian BLSM, maka masalah demi masalah juga mulai bermunculan. Masalah yang paling menonjol adalah penolakan para kepala daerah, pemerintahan di tingkat desa hingga RT dan RW. Hal itu terjadi, diantaranya di Kota Bandung juga di Kabupaten Bandung, serta daerah-daerah lain.
Mereka umumnya menolak karena belum mendapatkan sosialisasi memadai dari pemerintah pusat. Selain itu, ada juga di antara mereka yang mengaku trauma dalam pembagian BLSM, seperti konflik horisontal yang terjadi pada pembagian langsung tunai (BLT) beberapa tahun lalu. Pada waktu itu ada warga yang sampai mengancam kepala desa atau ketua RT/RW jika tidak masuk daftar penerima BLT.
Pemerintahan di tingkat daerah, terutama di tingkat paling bawah khawatir ada ketidakpuasan yang terjadi di antara warga dengan warga lainnya. Juga ketidakpuasan (baca: kecurigaan) warga kepada kepala desa/lurah, RT/RW yang menanyakan mengapa si A yang ekonominya berkecukupan menerima BLSM, sedangkan si B yang lebih miskin dibanding A, malah tidak kebagian.
Intinya ada pada masalah pendataan, verifikasi dan ceklis. Menurut informasi, data keluarga penerima BLSM pada Juni-Juli 2013 ini adalah data penerima BLT pada 2011 lalu. Artinya data itu sudah tidak diperbarui selama dua tahun terkahir. Padahal, dalam dua tahun ada banyak perubahan yang terjadi.
Ada yang meninggal dunia, ada yang sudah pindah kota atau bahkan pindah provinsi. Ada juga yang usahanya berhasil sehingga kekayaannya bertambah, dan pada gilirannya, dia seharusnya sudah tidak layak lagi menerima BLSM.
Kesalahan data dan salah sasaran BLSM ini menjadi fenomena yang ramai terjadi. Dalam beberapa hari terakhir selalu saja ada berita tentang BLSM yang tidak tepat sasaran. Misalnya saja seorang pengusaha konfeksi di Soreang yang memiliki 2 rumah menerima BLSM yang besarnya Rp 150.000 per bulan itu. Sementara tetangganya yang bekerja sebagai tukang becak dan kehidupan ekonominya morat-marit, malah enggak dapat.
Fakta demi fakta salah sasaran penyaluran BLSM ini diperkirakan akan terus bergulir seperti bola salju. Semakin bergulir, maka semakin menggelembung jumlah kejadian serupa dengan varian- variannya.
BLSM itu juga ada yang menyingkatnya menjadi Balsem. Memang fungsinya juga jadi mirip- mirip seperti balsem. Balsem atau balsam, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah minyak kental yang mengandung minyak damar dan minyak asiri, terasa panas jika digosokkan pada kulit sebagai obat sakit kepala, masuk angin, dsb.
Balsem biasanya digunakan untuk mengobati gejala-gejala gatal atau masuk angin atau sakit kepala. Tapi hanya menyentuh pada gejala saja, tidak menyelesaikan penyebab sakit kepala itu sendiri. Balsem juga digunakan untuk mengawetkan mayat. Dalam bahasa asosiasi, mungkin bisa dikatakan bahwa BLSM itu mengawetkan orang-orang miskin yang sebenarnya sudah setengah mati untuk mencari nafkah. Ehtahlah. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Balsem
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2013/06/balsem.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Balsem
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar