SUDAH lebih sepekan, banjir belum juga menunjukkan tanda-tanda surut. Lebih dari 36 ribu rumah di Bandung Selatan terendam. Sebagian di titik-titik terparah seperti Cieunteung dan Bojongasih, rumah-rumah hanya tersisa atapnya. Lebih dari 10 ribu jiwa mengungsi.
Namun, jauh lebih banyak lagi masih memilih bertahan, tinggal di lantai dua rumah meski terisolasi.
Selama puluhan tahun hidup dalam bayangan banjir tahunan tentu bukan persoalan mudah. Kondisi ini berat, bahkan bagi mereka yang sudah terbiasa. "It's like a never ending stories." Begitu, Wakil Bupati Bandung, Deden Rumaji, memberinya perumpamaan.
Deden tak berlebihan. Melihat genangan di Bandung selatan memang seperti de javu. Meski berganti-ganti presiden, saat musim hujan datang, Bandung selatan selalu terendam. Tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya berita di koran-koran selalu sama: Bandung Selatan Banjir.
Berada di dataran rendah Daerah Aliran Sungai (Citarum), beberapa wilayah di Bandung selatan selalu terendam sejak dulu. Dataran tinggi Bandung yang bergunung-gunung juga memiliki curah hujan yang tinggi, antara 1.500-3.700 mm. Di kawasan ini, setiap tahun hujan terjadi antara 108- 152 hari.
Dengan kondisi tersebut, jelas DAS Citarum Hulu seharusnya mendapat penanganan yang sungguh-sungguh sejak lama. Namun, kenyataannya, luas hutan lindung yang rusak terus bertambah. Begitu pula di kawasan hutan lindung di wilayah utara tempat hulu sejumlah anak Sungai Citarum berada.
Akibat kerusakan hutan ini, bukan saja limpahan air menjadi tak tertahan. Tingkat sendimentasi Sungai Citarum dan anak-anak anak sungainya juga tinggi karena lumpur yang dibawa dari hulu.
Akibatnya sekalipun pengerukan lumpur sungai dilakukan terus-menerus, dampak selalu kalah oleh proses pendangkalan yang juga terus menerus berlangsung dan cenderung membesar.
Penanganan kerusakan alam di DAS Citarum juga bukan persoalan mudah mengingat panjangnya sungai tersebut. Membentang hampir 250 kilometer dari hulu di Gunung Wayang hingga ke Laut Jawa, Citarum melintasi 12 wilayah administrasi kabupaten/kota, termasuk Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan tentu saja Bandung. Penyelesaiannya pasti tak mudah, harus bertahap, tapi menyeluruh.
Dengan kondisi seperti ini, bisa kita pahami kenapa Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, juga kerap "kesal" ketika wartawan untuk kesekian kalinya bertanya soal Sungai Citarum kepadanya. "Tanya juga dong pusat, jangan Gubernur terus yang ditanya-tanya," ujarnya ketika ditanya solusi pembenahan Sungai Citarum yang setiap tahun meluap dan membuat banjir Bandung Selatan, Selasa (23/12/2014).
Karena itu kedatangan Gubernur bersama Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, ke lokasi banjir, Minggu (21/12/2014), sebenarnya sangat mendatangkan harapan. Secara bertahap, kata Yuddy, harus ada road map yang secara jelas menetapkan target penyelesaian banjir ini secara bertahap.
Kalau sekarang banjirnya 120 cm, dengan road map yang jelas, tahun depannya seharusnya bisa menjadi 50 cm, dan seterusnya hingga tak banjir lagi. Semoga saja, sebab kita sungguh-sungguh berharap. Banjir ini berat dan menyusahkan. (Arief Permadi)
Naskah Sorot ini bisa dibaca di edisi cetak Tribun Jabar, Jumat (26/12/2014). Ikuti berita- berita menarik lainnya melalui akun twitter: tribunjabar dan tribunjabaronline.
Anda sedang membaca artikel tentang
Banjir
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2014/12/banjir.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Banjir
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar