Kelenteng Sempat akan Ditutup pada Zaman Orba

Written By Unknown on Rabu, 29 Januari 2014 | 12.14

Oleh TEUKU MUH GUCI S

KELENTENG merupakan tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Cina di Indonesia. Namun, selain menjadi tempat ibadah, kelenteng merupakan fakta sejarah datangnya warga keturunan Tionghoa ke Indonesia. Di mana ada kelenteng, di sekitar bangunan tersebut diyakini banyak warga keturunan Tionghoa menetap.

Di Kabupaten Cianjur, tepatnya di Jalan Mangunsarkoro No 60-62, berdiri sebuah kelenteng bernama Hok Tek Bio Cianjur. Konon kelenteng tersebut merupakan salah satu tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa tertua di Kabupaten Cianjur.

Buktinya, bangunan-bangunan dengan arsitektur khas Cina banyak ditemukan di sepanjang Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Siti jenab, Jalan Suroso, Jalan Barisan Banteng, Jalan Taifur Yusuf, Jalan Sinar, Jalan Mangunsarkoro, dan beberapa ruas jalan lainnya di Cianjur kota.

"Kelenteng itu napasnya warga keturunan Tionghoa. Di mana ada kelenteng di situ pasti pernah terbentuk komunitas warga keturunan Tionghoa pada masa lampau," kata pengurus kelenteng Hok Tek Bio Cianjur, Hendra Kurniawan (21), ketika ditemui Tribun di kelenteng, Minggu (26/1).

Selain itu, kata Hendra, warga keturunan Tionghoa memiliki filosofi yang disebut Luo Ye Kuei Ken. Artinya, daun yang jatuh itu tidak jauh dari akarnya. Itu sebabnya, meski warga keturunan Cina bermigrasi, baik ke Indonesia maupun ke negara lain, mereka tak akan meninggalkan tradisi bangsanya.

"Tidak hanya di Indonesia yang ada kelenteng. Di Singapura, Malaysia, bahkan Amerika juga ada kelenteng. Sebab, warga keturunan Tionghoa menyebar ke hampir seluruh dunia," ujar Hendra.

Meski tidak ada catatan yang pasti, kelenteng Hok Tek Bio Cianjur diyakini dibangun pada abad ke-19. Keyakinan itu didasarkan pada cerita secara turun-temurun warga keturunan Tionghoa yang mulai berdatangan di Kabupaten Cianjur pada awal 1800.

"Pada awal 1800, penjajah Belanda memerintah seorang keturunan Tionghoa dari Bogor untuk membantu warga Tionghoa di Cianjur, terutama dalam hal peribadatan. Waktu itu keturunan Tionghoa dari Bogor ini membawa patung dewa dari kelenteng di Bogor," ujar Hendra.

Berhubung belum memiliki kelenteng, kata Hendra, warga keturunan Tionghoa pun melakukan tradisi organisasi locu. Locu adalah kepala peribadatan yang memimpin sembahyang di kediamannya selama setahun. Hal itu pun dilakukan bergantian dan berpindah-pindah sampai ada warga keturunan Tionghoa menghibahkan tanahnya untuk didirikan kelenteng.

"Suatu ketika warga keturunan Tionghoa bernama Li Pau Sun menyumbangkan dua rumah di Jalan Mangunsarkoro 60-62 pada 1800 akhir. Seiring dengan berjalannya waktu, kelenteng ini dibangun kembali (diperbesar, Red) pada 1960," ujar Hendra.

Meski dibangun kembali pada 1960, kata Hendra, sejumlah ciri asli pada bangunan lama tetap dipertahankan. Di antaranya beton sambungan yang menjadi fondasi dan penahan atap kelenteng. Selain itu, delapan pilar tertanam dengan kokoh di dalam kelenteng.

"Yang berubah itu di antaranya altar. Dulu pakai kayu sekarang sudah disemen. Dan ada tambahan lantai sehingga semakin luas tempat ibadahnya," ujar Hendra.

Namun kelenteng tersebut sempat akan ditutup oleh pemerintah di era Orde Baru pada 1980. Kelenteng itu pun akan dijadikan cagar budaya. Apalagi di era Orba melarang segala sesuatu yang berkaitan dengan Cina. Namun entah kenapa kelenteng itu masih tetap beroperasi seperti pada  umumnya.

"Hal ini pasti dialami semua kelenteng di Indonesia. Tapi kelenteng ini selamat berkat ada yang menyumbang patung Buddha dan akhirnya menjadi vihara dan sejak saat itu kelenteng ini selamat. Dan ketika merayakan Imlek, terpaksa dilakukan di dalam kelenteng," ujar Hendra.

Kini warga keturunan Tionghoa pun bisa merayakan Imlek dengan tenang dan nyaman. Perayaan Imlek ini pun ditetapkan sebagai hari libur nasional. Di kelenteng Hok Tek Bio pun sudah dilakukan berbagai persiapan menjelang perayaan Imlek yang digelar Jumat (31/1).

"Beberapa tahapan perayaan Imlek sudah dilakukan. Di antaranya mengganti jubah patung dewa, memasang lampion, memasang angpau yang digantung, dan memasang delapan lilin," ujar Hendra.

Di Kabupaten Cianjur, kata Hendra, tidak ada perayaan Imlek yang berbeda dari tradisi pada umumnya. Dari awal hingga perayaan Cap Go Meh nanti, warga keturunan Tionghoa di Kabupaten Cianjur melakukan tradisi rutin.

"Pertama, kami sembahyang mengantar dewa ke langit pada 23-12 penanggalan Imlek. Kedua, kami sembahyang dan pembersihan altar dan memandikan patung serta mengganti jubahnya. Dan nanti ketika malam tahun baru Imlek, kami akan sembahyang bersama untuk memohon tahun yang akan datang lebih baik lagi. Puncak perayaan imlek ketika perayaan Cap Go Meh nanti yang dilakukan sembahyang besar sebagai penutupan perayaan Imlek," kata Hendra. (bagian 2)


Anda sedang membaca artikel tentang

Kelenteng Sempat akan Ditutup pada Zaman Orba

Dengan url

http://jabarsajalah.blogspot.com/2014/01/kelenteng-sempat-akan-ditutup-pada.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Kelenteng Sempat akan Ditutup pada Zaman Orba

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Kelenteng Sempat akan Ditutup pada Zaman Orba

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger