PEDULI dengan lingkungan sekitar di tengah-tengah kota besar, sepertinya sudah jarang ditemukan. Karena masing-masing warganya kerap berdalih sibuk dengan pekerjaan dan agendanya sendiri untuk menjadikannya lebih eksis dalam persaingan hidup yang modern. Ketatnya persaingan hidup juga berimbas kepada warga yang hidup pas-pasan demi meraih uang dalam menutupi kebutuhan hidup sehari-harinya, dan perkembangan sosial anak-anaknya pun tak mampu diperhatikan lagi. Untungnya di Bandung ini banyak kalangan muda yang peduli dengan kondisi tersebut, dengan membentuk suatu komunitas mereka mencoba mengajak dan memberi ruang anak-anak dan pemudanya yang belum memiliki pekerjaan tetap, untuk berlatih dan menunjukkan kreativitas serta kemampuannya.
Salah satu komunitas di Bandung yang peduli dengan kondisi sosial masyarakat yang hidup pas-pasan di tengah-tengah kota besar itu adalah kelompok yang menyebut dirinya dengan nama Rumah Saraswati. Komunitas yang dimotori Diah Permata Saraswati, Adi Prasetyo, dan Sandi Kusnendi ini mulai bergerak sejak Desember 2012 lalu. Mereka mengawali kegiatannya dengan dari sebuah rumah milik Diah Permata Saraswati di kawasan Jalan Rasdan No 19/94, RT 01, RW 06, Kelurahan Nyengseret, Kecamatan Astana Anyar yang luasnya hanya 4 x 7 meterpersegi, dengan mangajak anak-anak di kawasan itu yang biasa meluang waktunya sepulang sekolah bermain di kawasan terminal Tegallega, Bandung. Kawasan itu memang tidak ramah bagi perkembangan anak-anak. Bahkan tak sedikit anak-anak yang ternyata sudah putus sekolah.
"Awalnya itu karena saya yang sudah lama merantau dan kembali ke lingkungan rumah, ternyata kondisi sosial masyarakatnya masih belum ada perubahan ke arah yang lebih baik. Setelah orang tua pindah rumah, saya mencoba memanfaatkan rumah di Jalan Rasdan itu menjadi tempat berkumpul dan bermain anak-anak. Saya pikir cara ini menjadi langkah awal untuk mengubah perilaku sosial masyarakat. Kebetulan saya mendapat dukungan semangat dari dua teman saya itu yang masing-masing juga punya kesibukan dengan dunia pekerjaannya," tutur Diah Permata Saraswati, Direktur sekaligus pengajar di Rumah Saraswati kepada Tribun, Sabtu (2/11).
Kini, rumah tersebut menjadi tempat berkumpulnya anak-anak untuk bermain, belajar, dan berlatih beragam keterampilan. Selain tersedia buku-buku bacaan anak, buku pelajaran sekolah dan pengetahuan umum, mereka juga bisa berlatih menulis, menggambar, melukis, melipat kertas seperti origami, menari, bernyanyi dan bermain musik. Mereka memanfaatkan rumah itu bisa setiap hari. Sementara kegiatan ruting yang menjadi agenda utamanya, setiap Selasa dan Rabu selalu ada kegiatan bersama yang rata-rata diikuti oleh sekitar 15 hingga 20 anak dan remaja. Bahkan, belum lama ini rumah tersebut juga mulai mengajak kalangan pemuda-pemudinya hingga berhasil mendorong terbentuknya Forum Pemuda Rasdan.
"Banyak aktivitas yang kami lakukan jika sudah berkumpul. Mulai mengajar anak-anak menulis dan membaca hingga sharing dengan kalangan remajanya tentang kenakalan remaja dengan memposisikan kami sebagai sahabat. Di situ kami memang membagi kelompok jadi tiga, mulai dari anak usia 3 - 11 tahun, lalu kelompok remaja dan kelompok dewasa. Dan bagi mereka yang putus sekolah, tempat kami ini bisa dibilang sebagai sekolah tanpa kelas. Ke depannya kami juga akan berupaya member pelatihan skil bagi kalangan dewasanya," papar Diah.
Dalam usianya yang hampir setahun ini, Rumah Saraswati tidak hanya sibuk mengurusi kegiatan internal yang menjadi rutinitasnya. Mereka pun sudah banyak mendapat undangan untuk unjuk kemampuan 'anak-anak asuhnya' dalam berbagai acara di Kota Bandung. Bahkan mereka pun sempat membuat acara sendiri untuk konsumsi masyarrakat di luar komunitasnya. Uniknya lagi semua kegiatan itu mulai dari internal hingga kegiatan yang keluar itu dibiayai oleh dana patungan para pengurus Rumah Saraswati yang didukung oleh banyak orang dari komunitas lain.
"Untuk setiap kegiatan kami tidak pernah memungut sumbangan dari semua anak dan kalangan pemuda yang aktif bergiat di Rumas Saraswati. Dana operasional dan untuk kegiatan itu kami patungan sendiri dan untungnya sering mendapat bantuan dari teman-teman yang aktif di komunitas lain," ujarnya.
Salah seorang anak yang kerap mengikuti kegiatan di Rumah Saraswati, Vina (8) yang sekarang masih duduk dibangku kelas 4 SD itu mengaku senang punya tempat bermain yang nyaman. Vina yang memiliki lima saudara dengan ayahnya yang bekerja sebagai sopir itu sekarang sudah bisa bercerita, melukis dan mulai lancar menulis.
"Apa yaaah... hehehe, mainya sekarang nggak di terminal atau di jalan lagi. Sekarang mainnya di sini (Rumah Saraswati, Red), jadi kumpul bareng teman-teman. Terus jadi bisa bercerita sendiri, melukis, menulis, dan nggak malu-malu lagi," tutur Vina.
Perasaan senang dengan keberadaan Rumah Saraswati di lingkungannya juga dirasakan kalangan anak remaja. Seperti dikatakan Andika Pratama (16), bahwa dengan seringnya sharing di Rumah Saraswati, menjadikannya lebih percaya diri. Bahkan Andika yang sudah putus sekolah karena yatim piatu dan kerap menjadi supir angkot itu menjadi lebih merasa punya masa depan dan mulai belajar disiplin. Begitu pula yang dirasakan Doni (21) yang kesehariannya mulai belajar berdagang walaupun hanya sebagai pedagang kaki lima di Tegallega, dengan sering ikut kumpul di Rumah Sarawati menjadikannya lebih disiplin seperti bangun lebih pagi dan banyak mendapat ilmu serta pengalaman dari hasil sharing. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Tak Main di Terminal Lagi
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2013/11/tak-main-di-terminal-lagi.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Tak Main di Terminal Lagi
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar