TRIBUN - Entrok bisa dibilang sukses menjadi bacaan yang menggugah saat diterbitkan tahun 2010. Tiga tahun berlalu, novel ini hadir dalam bahasa Inggris agar bisa dinikmati publik lebih luas.
Masalahnya, seringkali novel terjemahan tidak sebagus atau berpotensi tidak lebih baik dari yang asli. Bagaimana dengan Entrok?
Di tangan Nurhayat Indriyatno Mohamed, terjemahan Entrok tidak jauh berbeda dari aslinya. Beberapa momen dan penggunaan kata dalam bahasa Jawa tetap dipertahankan sehingga kisah dua tokoh sentral perempuan di dalamnya, yakni Marni dan Rahayu, tetap terasa kuat dan menarik untuk dibaca.
"Terjemahan yang dilakukan Hayat bagus, Entrok tetap enak dibaca dan rasanya tak jauh beda saat menikmatinya dalam bahasa Indonesia," ujar Andreas Harsono, penulis yang juga perwakilan Human Rights Watch New York dalam diskusi buku di Kinokuniya Plaza Senayan, Jakarta, Jumat (2/8) lalu.
Hal yang sama juga diungkapkan Jamil Maidan Flores, analis politik senior yang hadir dalam diskusi. Menurutnya, The Years of the Voiceless benar-benar menggiring pembaca untuk larut bersama dua tokoh sentralnya, dan sekaligus melihat bagaimana masyarakat Indonesia di era Orde Baru.
"Novel ini kemudian bisa dinikmati masyarakat asing, agar dapat melihat sosial budaya dan apa yang dialami Indonesia saat itu," ujarnya menambahkan.
Antusiasme dua pemateri yang membahas novel terbitan Gramedia Pustaka Utama itu sama besarnya dengan peserta diskusi yang didominasi sejumlah orang asing. Sebagian besar mengungkapkan kekaguman setelah membacanya.
Novel Entrok sendiri berkisah tentang sosok ibu dan anak, Marni dan Rahayu, yang lahir dan tumbuh di era yang berbeda. Marni, seorang ibu buta huruf dan masa kecil yang suram, hingga tak mampu membeli entrok (bra) sendiri. Dengan kerja kerasnya, ia menjadi kaya dan cukup disegani.
Sementara Rahayu, tumbuh dengan berkecukupan dan berpendidikan. Konflik antara ibu dan anak hadir di sela-sela dominasi pemerintah rezim Orde Baru yang didominasi diskriminasi dan pemaksaan.
Menurut Okky, novel ini terinspirasi dari kisah neneknya bernama Sainem. Entrok mengisahkan masa kecil dan masa muda yang diceritakan padanya, ditambah dengan memori dan pengalaman yang dia sendiri lalui.
"Awalnya juga sempat khawatir kalau terjemahan akan tidak bagus, namun begitu baca hasilnya, malah lebih suka," ujar Okky, saat ditemui usai diskusi bukunya.
Kekhawatiran Okky beralasan, karena ia kerap menemukan sejumlah terjemahan novel yang justru jauh dari kualitas buku aslinya. Namun, memiliki karya dalam bahasa internasional juga sebuah tantangan agar karyanya bisa menjangkau publik lebih luas.
"Inginnya, setelah ini Entrok benar-benar bisa dinikmati masyarakat asing, dan siapa tahu juga dilirik penerbit besar seperti Penguin Books dan lainnya," tambah Okky sembari tersenyum.
Entrok merupakan novel pertama yang ditulis Okky, diikuti 86, Maryam, dan Pasung Jiwa. Lewat novel Maryam, Okky terpilih sebagai peraih Khatulistiwa Literary Award. Kabarnya, novel Maryam juga sudah selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dengan demikian kita tinggal menunggu apakah 86 dan Pasung Jiwa akan menyusul.
Disampaikan Okky, novel The Years of the Voiceless saat ini juga bisa didapatkan melalui pemesanan online lewat Amazon.(kompas.com)
Anda sedang membaca artikel tentang
Novel Entrok Terbit dalam Bahasa Inggris
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2013/08/novel-entrok-terbit-dalam-bahasa-inggris.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Novel Entrok Terbit dalam Bahasa Inggris
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Novel Entrok Terbit dalam Bahasa Inggris
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar