Oleh Teuku Muhammad Guci S
MESKI awal Ramadan masih masih belum dipastikan pemerintah Indonesia, masyarakat di Kabupaten Cianjur mulai melakukan kegiatan menyongsong bulan suci umat Islam itu.
Masyarakat Kabupaten Cianjur menyebutnya tradisi papajar, yang diartikan menyambut datangnya fajar bulan suci Ramadan. Tradisi ini selalu dilaksanakan sebagian besar warga masyarakat Kabupaten Cianjur setiap menjelang tibanya bulan suci Ramadan.
Ratusan warga Kampung Gunung Putri di Sungai Cipendawa, Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, melakukan papajar dengan melakukan tradisi ngalokat hulu cai sungai, Minggu (7/7).
Kegiatan tersebut dilaksakan di hulu Sungai Cipendawa di kaki Gunung Gede Pangrango. Acara itu diramaikan dengan ritual dan pertunjukan kesenian Sunda.
Senandung "Rajah Siliwangi" menjadi pilihan 20 pemain kacapi suling untuk meramaikan papajar yang dilakukan masyarakat Kampung Gunung Putri itu. Rajah yang mereka alunkan tak pelak memecah keheningan kaki Gunung Gede Pangrango.
Indahnya alunan semakin bertambah merdu beradu dengan gemercik air mengalir pelan di sungai yang pernah terjadi bencana dan memakan korban pada akhir tahun lalu itu.
"Tradisi ini sudah dilakukan sebelum bangsa Belanda menjajah bangsa Indonesia, entah kapan dimulainya. Sebab tradisi ini sudah jarang diketahui dan sudah mulai terkikis maknanya," kata Ketua Penyelenggara Ngalokat Hulu Cai Sungai Cipendawa, Jaenal Mutakin, kepada Tribun, Minggu sore.
Dalam acara tersebut setiap warga Kampung Gunung Putri juga membawa berbagai macam makanan dari rumah masing-masing. Makanan itu dikumpulkan di pinggir Sungai Cipendawa. Bukan untuk dilarung di Sungai Cipendawa, melainkan nantinya makanan itu akan dimakan bersama-sama seusai berdoa dan ritual yang mengawali acara tersebut.
"Tradisi itu namanya wawar warga. Tradisi itu menyambung tali silaturahmi atau meningkatkan rasa kekeluargaan dan sebagai rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan masih diberi kesempatan terus berkarya dan beribadah menjelang Ramadan ini," kata Jaenal.
Di akhir acara, ratusan warga menanam pohon. Itu dilakukan sebagai cara pelestarian air sebagai sumber kehidupan. Pasalnya, keberadaan air bersih di hilir dinilai mulai minim. Kondisinya pun sudah tak layak minum lantaran mengalami pencemaran akibat limbah rumah tangga yang berasal dari permukiman yang ada di pinggir sungai dan mulai maraknya pembangunan villa di wilayah Cipanas.
"Penanaman pohon ini juga sebagai upaya penanggulangan bencana banjir bandang yang pernah terjadi. Hal itu disebabkan banyaknya alih fungsi lahan dan bantaran sungai sudah mulai tidak hijau lagi. Rencananya ada tiga ribu pohon yang akan ditanam dengan tiga tahapan. Itu dilakukan juga untuk mencegah bencana kekeringan," kata Jaenal.
Jaenal menambahkan, inti acara tersebut adalah sebagai upaya membersihkan diri dari segala dosa dan mengingat kuasa Tuhan menjelang Ramadan. Selain itu pula Ramadan merupakan momentum yang paling tepat sebagai ajang bersilaturahmi menyongsong Ramadan.
"Momen ini sangat tepat setelah sekian bulan berjibaku dengan kegiatan duniawi. Setidaknya, acara ini menjadi pengingat masyarakat untuk tetap menghargai alam terutama air sebagai sumber air kehidupan dan bentuk solidaritas manusia sebagai makhluk sosial," kata Jaenal. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Ngalokat Hulu Cai Sebagai Ajang Syukur
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2013/07/ngalokat-hulu-cai-sebagai-ajang-syukur.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Ngalokat Hulu Cai Sebagai Ajang Syukur
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Ngalokat Hulu Cai Sebagai Ajang Syukur
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar