Selasa, 15 Januari 2013 11:23 WIB
"Suatu pemikiran yang tidak agung, yang menunjukkan tidak ada empati terhadap isu pemerkosaan. Yang ada korban dan pelaku relasinya asimetris karena menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak sepihak," ujar Eva, Selasa (15/1/2013), di Jakarta.
Eva menambahkan, Daming tidak bisa menjadikan isu pemerkosaan ini sebagai bahan candaan. Ia mengatakan, pemerkosaan sudah menjadi perhatian bagi para aktivis hak asasi manusia (HAM) secara global karena kasus ini menimbulkan efek trauma kejiwaan.
"Dia (Daming) tidak siap jadi hakim agung karena empati saja tidak mampu karena kurang akan sensitivitas jadi akan gagal membawa keadilan seperti yang diamanatkan UU KDRT, UU HAM, UU Antidiskriminasi terhadap Perempuan, UU Perlindungan Anak, bahkan UU Sistem Peradilan Anak, atau UU Perdagangan Orang. Mindset-nya sudah oppressive terhadap perempuan," kata Eva.
Pernyataan Daming ini merupakan bagian kecil dari persoalan struktural kelembagaan di Mahkamah Agung. Eva menjelaskan, ia sudah mendapatkan laporan di Pengadilan Negeri Depok terdapat hakim perempuan yang menanyai korban dengan pertanyaan yang sama.
"Ini menunjukkan bahwa para hakim tidak pernah membaca produk UU yang berkaitan untuk menangani permasalahan jender. Ketua MA harus mempertimbangkan ini sebagai permasalahan serius karena mindset para hakim yang oppressive terhadap minoritas perempuan merupakan indikator pengadilan yang sexist juga. Ini tragedi bagi perempuan dan anak," kata Eva.
Seperti diberitakan, calon hakim agung Muhammad Daming Sanusi membuat pernyataan kontroversial dalam uji kepatutan dan kelayakan hakim agung di Komisi III DPR pada Senin (14/1/2013). Daming melontarkan jawaban "nyleneh" saat ditanyakan hukuman mati bagi pelaku pemerkosaan.
"Bagaimana menurut Anda apabila kasus perkosaan ini dibuat menjadi hukuman mati," ujar anggota Komisi III dari Fraksi PAN, Andi Azhar, ketika itu kepada Daming.
Daming pun langsung menjawab, "Yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati. Jadi harus pikir-pikir terhadap hukuman mati."
Jawaban Daming ini langsung mengundang tawa anggota Dewan. Tidak sedikit pula yang mencibir pernyataan Daming itu. Dijumpai seusai uji kepatutan dan kelayakan, Daming berdalih bahwa pernyataannya itu hanya untuk mencairkan suasana.
"Kami tadi terlalu tegang, jadi supaya tidak terlalu tegang," katanya.
Menurut Daming, hukuman mati harus dipertimbangkan baik-baik. Ia beralasan dirinya belum memberikan jawaban tegas apakah ia mendukung atau tidak penerapan hukuman mati bagi pelaku pemerkosaan. "Tentu kami harus pertimbangkan baik-baik kasus tertentu, seperti narkoba, korupsi saya setuju tapi untuk kasus pemerkosan harus dipertimbangkan dulu. Tadi saya belum memberikan jawaban yang tegas," kata Daming. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Tak Sensitif, Pemerkosaan Kok Jadi Bahan Candaan
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2013/01/tak-sensitif-pemerkosaan-kok-jadi-bahan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Tak Sensitif, Pemerkosaan Kok Jadi Bahan Candaan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Tak Sensitif, Pemerkosaan Kok Jadi Bahan Candaan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar