Senin, 21 Januari 2013 11:50 WIB
"Saat itu, saya mau bekerja pun tidak bisa. Setiap saya datang ke kantor, selalu dihalangi petugas keamanan," ucap Luviana.
Atas sikap tidak menyenangkan itu, Luviana bersama dengan tim litigasi dan nonlitigasi Aliansi Melawan Topeng Restorasi (Metro) dan Aliansi Solidarity for Luviana (Sovi) bertemu dengan Surya Paloh pada tanggal 5 Juni 2012.
"Di pertemuan itu, Surya Paloh berjanji akan mempekerjakan kembali di Metro TV," ujar Luviana.
Namun, alih-alih bisa bekerja kembali, Luviana justru menerima surat pemecatan pada 27 Juni 2012. Sejak tanggal 1 Juli 2012 hingga hari ini, Luviana pun tidak mendapatkan gaji. Hal ini dinilai menyalahi Undang-undang Tenaga Kerja nomor 23 tahun 2003 yang menyatakan sebelum ada proses inkracht, buruh harus tetap digaji. Setelah itu, Luviana bersama aliansi pendukungnya melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Partai Nasional Demokrat, 16 Januari lalu. Akan tetapi, massa demonstran diserang oleh sekelompok orang yang keluar dari kantor Nasdem. Mereka kemudian merusak seluruh atribut demonstran.
Kuasa hukum Luviana, Maruli Rajagukguk, menyayangkan sikap Partai Nasdem yang berbalik menuding Luviana memolitisasi kasus ini. Menurutnya, aksi unjuk rasa di depan kantor Nasdem dilakukan karena Surya Paloh berkantor di sana.
"Bukan maksud untuk memolitisasi. Sayang sekali pernyataan Nasdem yang menuding kami mempolitisasi ini. Kami hanya mencari Surya Paloh," kata Maruli.
Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning mengungkapkan, pihak media massa harus netral. "Wartawan saja diperlakukan begini, ini kan repot," ujar Ribka.
Luviana juga menyerahkan surat rekomendasi dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Surat rekomendasi itu menyatakan bahwa Metro TV telah melakukan pelanggaran UU Ketenagakerjaan dan pelanggaran HAM. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan pihaknya akan mengambil alih. Selama ini, kasus Luviana dan Metro TV ini ditangani oleh Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Barat.
"Karena sudah dijalani Dinas dan perkaranya tidak berjalan maka akan kami tarik. Mungkin kami akan cari mediator baru supaya ada jalan baru," kata Muhaimin.
Maruli mengatakan, pihaknya akan terus menagih janji Muhaimin. Ia pun meminta agar Menakertrans tidak takut menangani kasus ini lantaran banyak pihak yang menuding adanya upaya politisasi.
"Ini jelas kasus tenaga kerja, harusnya menteri tidak perlu takut. Ini sudah masuk kewenangannya penuh," ujar Maruli. (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Merasa Diperlakukan Tak Adil, Mantan Jurnalis Mengadu ke DPR
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2013/01/merasa-diperlakukan-tak-adil-mantan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Merasa Diperlakukan Tak Adil, Mantan Jurnalis Mengadu ke DPR
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Merasa Diperlakukan Tak Adil, Mantan Jurnalis Mengadu ke DPR
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar