Rabu, 19 Desember 2012 10:37 WIB
BANDUNG Utara
, terutama di kawasan Punclut dan Dago, amat memikat bagi para pengembang untuk mendirikan bangunan permukiman yang nilai jualnya sangat tidak mungkin dibeli oleh pegawai rendahan. Sebagai tahap awal, mereka memulainya dengan membangun jalan. Dampaknya, tebing dan sejumlah pohon yang ada di sana ikut dibabat. Belakangan ada pengembang yang melakukan itu. Jalan yang mereka bangun memang belum selesai, baru berupa tanah yang diratakan.Tapi, coba Anda bayangkan jika jalan sudah terbangun mulus, lalu berjajar bangunan mewah di kanan dan kiri jalan? Maka, kawasan yang selama ini diramaikan sebagai kawasan resapan dan hijau, sesak dengan penguni baru. Artinya, masalah lingkungan dan dampak sosial di Kota Bandung akan bertambah. Soal lingkungan misalnya. Daerah resapan air akan berkurang karena lahan menjadi semen dan pohon-pohon telah tumbang. Mereka bisa saja menanamnya kembali di sisi yang lain. Namun, untuk mengunduh hasilnya memerlukan puluhan tahun. Itu pun belum tentu menikmati, karena bisa saja pohon keburu mati.
Jadi, air yang tak masuk ke dalam tanah akan menggelontor ke bawah, bisa saja meluncur ke Jalan Dago. Anda pasti pernah merasakan bagaimana derasnya air di Jalan Dago ketika Kota Bandung sedang diguyur hujan deras. Malah, pernah ada sebuah sepeda motor yang terpakir terseret arus air di sana. Mengerikan bukan? Jalan Dago yang menjadi jantungnya Kota Bandung berubah menjadi sungai dengan aliran air yang begitu deras. Bagaimana dengan warga di sekitar Punclut, tentu akan merasakan dampak yang sama.
Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivanada berang mengetahui pembuatan jalan di kawasan Punclut ternyata berlanjut meskipun sudah diberi peringatan pada bulan Juli lalu. "Pemkot Bandung sangat dilecehkan tak ada lagi harga diri karena banyak pengusaha membangun tanpa izin bahkan sudah diperingati pun tak digubris," ujar Ayi di ruang kerjanya, Senin (17/12/2012).
Pemerintah tentu saja bisa mencegah lebih dini sebelum jalan atau bangunan itu terbangun dan semakin luas. Tentu jika pegawai pemantau bangunan di lapangan bekerja dengan baik, tegas, dan jujur. Tidak membiarkan pengembang terus bekerja. Lalu melaporkan kepada pemerintah sebelum bangunan beres.
Kita semua tahu, membangun jalan atau rumah tidak akan selesai dalam sehari. Orang yang bisa mendirikan bangunan dalam beberapa jam atau semalaman hanya Raden Bandung Bondowoso, pangeran Kerajaan Pengging yang hendak mempersunting putri Roro Jonggrang dari Kerajaan Baka, cerita legenda popular dari Jawa Tengah. Bodowoso dikisahkan bisa membuat 1.000 candi dalam semalam dengan bantuan ribuan dedemit, jin, dan setan. Kini situs sejarah itu dikenal dengan Candi Sewu.
Maka, pekerjaan membuat jalan atau bangunan lain di kawasan Punclut tentu akan terlihat prosesnya karena yang bekerja adalah manusia, buka bangsa jin atau setan. Seringkali masalah menjadi rumit karena pemerintah bereaksi, menyegel, dan menghentikan kala pekerjaan sedang berjalan atau sudah selesai. Banyak cerita soal itu. Soal Hotel Planet yang kini berganti nama misalnya. Pemkot Bandung bereaksi dan melakukan penyegelan. Puluhan Satpol PP menghentikan operasional hotel karena bangunan di lantai lima dan enam tidak memiliki izin dan menyalahi aturan. Aneh bukan? Bangunan sudah terbangun begitu megahnya, belakangan diketahui tak berizin dan baru dilakukan penyegelan. Apa selama pembangunan, proses pengerjaanya tak terlihat?
Bangunan yang sudah telanjur terbangun, Pemkot Bandung tentu tetap harus tegas menindaknya jika memang menyalahi aturan. Tidak ada kompromi meski ada sisi lain yang akan menjadi pendapatan daerah, karena jika dibandingkan dengan kerusakannnya, ongkos rehabilitasinya jauh lebih mahal. Save Punclut! (*)
Anda sedang membaca artikel tentang
Save Punclut!
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2012/12/save-punclut.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Save Punclut!
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar