Sabtu, 6 Oktober 2012 11:19 WIB
SUASANA
nyaman begitu terasa ketika kita berada di dalam rumah di Jalan Golf Barat XIX No 12, Arcamanik Endah, Kota Bandung, Jumat (5/10). Hijaunya tanaman yang tumbuh di depan rumah serta rindangnya pohon mangga yang tumbuh besar menambah kesan nyaman rumah tersebut lantaran menjadi pelindung rumah dari teriknya matahari di musim kemarau.Siapa sangka, rumah tersebut merupakan kediaman aktor pertempuran Bojongkokosan yang terjadi 9- 12 Desember 1945. Rumah itu milik Kolonel Purnawirawan Eddie Soekardi, pria yang empat tahun lagi akan genap berusia satu abad.
Eddie kini tinggal di rumahnya bersama istrinya, Nana Kurnaesih (83), menghabiskan masa tuanya. Lagi pula, fisiknya kini memang tak seperkasa ketika ia masih memimpin pasukannya di medan pertempuran. Ia harus menggunakan kursi roda untuk berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain.
Meski begitu, semangat juangnya sebagai tentara masih terlihat membekas pada gerak-gerik tubuhnya. Ia berusaha duduk dengan tegap di atas kursi kayu seolah sedang memberikan instruksi khusus kepada anak buahnya.
Maklum saja, ia pemimpin para pejuang dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sukabumi yang memuntahkan ribuan peluru untuk mengadang konvoi kendaraan lapis baja milik tentara Sekutu. Karena itu, ia tak pernah melupakan suara desingan peluru yang keluar dari berbagai jenis senjata dan ledakan granat pada pertempuran yang menewaskan sekitar 60 anggota TKR itu.
"Untuk mengenang para pejuang yang gugur, mari kita mengheningkan cipta sejenak," ujar Eddie kepada para tamunya, kemarin. Tamu-tamunya yang datang ke rumahnya dalam rangka memperingati hari ulang tahun ke-67 TNI itu pun segera berdiri dan menundukkan kepalanya sejenak.
Kakek tiga belas cucu ini memang tak banyak bicara pada acara tersebut. Namun ia tetap bersemangat ketika memberikan pesan moral kepada tamunya. Sebab, di masanya sangatlah sulit untuk membentuk suatu pasukan yang siap perang lantaran segala sesuatunya serba darurat. "TNI yang sekarang harus bisa mempertahankan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," kata Eddie.
Namun, kata Eddie, tidak hanya TNI yang memiliki kewajiban mempertahankan negara. Semua warga Republik Indonesia memiliki kedudukan yang sama dalam hal ini. Hanya saja, tugas generasi penerus saat ini tinggal mengisi kemerdekaan yang sudah diraih. "Bangsa ini harus memiliki karakter. Dan saat ini masih jauh dari harapan," ujar Eddie penuh semangat.
Hal senada juga diutarakan istrinya, Nana, ketika ditemui Tribun. Ia mengatakan tekad Eddie menjadi tentara bukanlah tanpa alasan. Eddie memiliki sifat nasionalisme karena sifat turunan dari ayahnya, Didi Soekardi. Eddie, kata Nana, ingin bangsa Indonesia memiliki harkat dan martabat yang tinggi di dunia.
"Menurut ayahnya, nasionalime Indonesia sulit meraih kemerdekaan," ujar Nana. Itu sebabnya Eddie bersama adiknya tiba-tiba bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (Peta) ketika masa penjajahan Jepang. Alasan keduanya bergabung dengan Peta karena memang ingin memiliki pengetahuan tentang ilmu pertempuran. "Ayahnya pun tidak tahu keduanya bergabung dengan militer," ujar Nana.
Setelah Jepang angkat kaki dari Indonesia, kata Nana, Eddie menjadi Wakil Kepala Barisan Keamanan Rakyat (BKR) Sukabumi. Sebab, Kepala BKR Sukabumi, Atjoen Basoeni, tidak pernah kembali ke Sukabumi lantaran ditangkap dan ditahan pemuda kelompok kiri Jawa Tengah (Jateng). "Oktober 1945 ia baru diangkat menjadi Komandan TKR Sukabumi," ujar Nana.
Mantan Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjen (Purn) Iwan Sulanjana, merasa bangga lantaran pejuang seperti Eddie masih bisa memberikan petuah kepada generasi yang lebih muda. Sebab, kata Iwan, jarang bisa melihat sosok seperti Eddi di masa sekarang.
Ia pun mengatakan, mendengarkan dan melihat sejarah pertempuran Bojongkokosan bisa membangkitkan semangat para pemuda terutama masyarakat Jawa Barat dan Kodam III Siliwangi. "Semangat juang Siliwangi bisa diambil dari perjuangan Eddie," katanya.
Itu sebabnya tanggal terjadinya pertempuran itu kini diperingati sebagai Hari Juang Siliwangi sejak tahun 2004 setelah mendapat persetujuan dari TNI AD dan Presiden. "Pertempuran Bojongkokosan seperti pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945," ujarnya.
Pertempuran Bojongkokosan memang satu dari sekian banyak lembaran sejarah Indonesia. Pertempuran yang berlangsung tiga hari itu diakui Inggris sebagai pertempuran yang sangat berat. Padahal kala itu tentara Indonesia kesulitan mendapatkan bahan makanan dan peralatan perang. Namun semangat juang TKR yang dikomando Eddie meluluhlantakkan kerasnya kendaraan baja milik sekutu. (*)
* Artikel ini selengkapnya bisa dibaca di koran Tribun Jabar, edisi Sabtu (6/10/2012)
Anda sedang membaca artikel tentang
Semangat Juang Eddie Tak Pernah Surut
Dengan url
http://jabarsajalah.blogspot.com/2012/10/semangat-juang-eddie-tak-pernah-surut.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Semangat Juang Eddie Tak Pernah Surut
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Semangat Juang Eddie Tak Pernah Surut
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar